kisi-kisi


modul dan keterangan Kebijakan Pendidikan Pemerintah

1.      UU Sisdiknas
a.       Latar Belakang
Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan/ atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Karena itu pemerintah membuat suatu sistem untuk menunjang kemajuan pendidikan sebagai sarana utama dalam mencerdaskan bangsa.
Dalam amanat pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 tentang; tugas pemerintah negara indonesia yang melidungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan berbangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.[1] Telah dijelaskan poin tentang “mencerdaskan kehidupan berbangsa”, yang tidak akan tercapai apabila sistem pendidikan kurang kapabel dan relevan dalam konteks sekarang.
Menilik tujuan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang; bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efesiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaruan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.[2]
Melihat sistem pendidikan pada masa orde baru yang sentralistik yang tertera pada Undang-Undang nomor 2 Tahun 1983 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak memadai lagi dan perlu diganti serta perlu disempurnakan agar sesuai amanat perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; maka berdasarkan pertimbangan pemerintah, perlu membentuk Undanh-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.
b.      Dasar Kebijakan
Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 Bab II Dasar, Fungsi dan Tujuan, Pasal 2 dan 3.
c.       Tujuan
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
d.      Realisasi di Lapangan
UU Sisdiknas tahun 2003 secara umum digunakan sebagai acuan/landasan sistem pendidikan, menurut hemat saya sudah sesuai dalam memenuhi kebutuhan sistem pendidikan sekarang, walaupun masih ada yang perlu dievaluasi atau dikaji ulang seperti pada poin sertifikasi dan akreditasi.
Dalam realitas pelaksanaanya juga sudah memenuhi ketentuan secara komprehensif atau garis besarnya. Namun di beberapa poin masih diperlukan peningkatan guna memenuhi kebutuhan pendidikan dalam konteks sekarang ini[3]
2.      UU Guru & Dosen
a.       Latar Belakang
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa tujuan nasional adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.[4] Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan. Selanjutnya, Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa (1) setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang; (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; dan (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.[5]
Salah satu amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang memiliki visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.[6]
Kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada masa yang akan datang adalah yang mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Kualitas manusia Indonesia tersebut dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Oleh karena itu, guru dan dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis. Pasal 39 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional. Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional mempunyai visi terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip profesionalitas untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap warga negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu.
Karena pentingnya profesi guru untuk menunjang visi maupun misi pendidikan nasional, dan demi meningkatkan mutu, kualitas dan tercapainya tujuan nasional tersebut. Maka perlu adanya perlindungan, kesejahteraan, jaminan, dan segala hal yang harus dipenuhi guna menunjang profesionalitas guru, pemerintah memutuskan untuk membuat UU Guru dan Dosen.
b.      Dasar Kebijakan
1)      Pembukaan Unadang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2)      Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
3)      Dan Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa (1) setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang; (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; dan (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
c.       Tujuan
Tujuan dibentuknya UU Guru dan Dosen yaitu berfunsi untuk:
1)      Mengangkat martabat guru dan dosen;
2)      Menjamin hak dan kewajiban guru dan dosen;
3)      Meningkatkan kompetensi guru dan dosen;
4)      Memajukan profesi serta karier guru dan dosen;
5)      Meningkatkan mutu pembelajaran;
6)      Meningkatkan mutu pendidikan nasional;
7)      Mengurangi kesenjangan ketersediaan guru dan dosen antar daerah dari segi jumlah, mutu, kualifikasi akademik, dan kompetensi;
8)      Mengurangi kesenjangan mutu pendidikan antardaerah; dan
9)      Meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu.
Sejalan dengan fungsi tersebut,  kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yakni berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.[7]
d.      Realisasi di Lapangan
Dalam struktur dasarnya menurut saya sudah cukup, dan belum perlu diperbaiki. Namun saya rasa implementasinya masih jauh dari harapan seperti tunjangan bagi guru dan dosen, serta pada kompetensi yang masih jauh dikatakan cukup.
3.      Wajib Belajar 9 Tahun
a.       Latar Belakang
Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan/atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, dan ayat (3) menegaskan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Untuk itu, seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan negara Indonesia.[8]
Untuk mewujudkan misi tersebut perlu dilakukan langkah dan strategi diantaranya adalah pelaksanaan program wajib belajar.Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga Negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah. Wajib belajar ini merupakan salah satu program yang gencar digalakkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Program ini mewajibkan setiap warga Negara Indonesia untuk bersekolah selama 9 (sembilan) tahun pada jenjang pendidikan dasar, yaitu dari tingkat kelas 1 Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) hingga kelas 9 Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
b.      Dasar Kebijakan
UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003 Bab VIII tentang Wajib Belajar Pasal 34 Ayat (1),(2),(3) dan (4) dan PP. No.47 Tahun 2008. Sebagai implementasi Pasal 5 (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
c.       Tujuan
1)      Wajib belajar berfungsi mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara Indonesia.
2)      Wajib belajar bertujuan memberikan pendidikan minimal bagi warga negara Indonesia untuk dapat mengembangkan potensi dirinya agar dapat hidup mandiri di dalam masyarakat atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.[9]
d.      Realisasi di Lapangan
Sangat perlu adanya perencanaan ulang terkait wajib belajar, apalagi masih banyak masalah yang menjadi kendala seperti kurang meratanya pendanaan, masih ada gap antardaerah, dan kurangnya komitmen pelaksana di tingkat bawah. Harus ada pengawasan yang ‘lebih’ sehingga benar-benar sesuai tujuan dan harapan. Tetapi saya cukup bersyukur dengan adanya program nasional ini guna mengurangi buta aksara, gaptek, dan kejumudan masyarakat kita.
4.      Kurikulum 2013
a.       Latar Belakang
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut, ada dua dimensi kurikulum, yang pertama adalah rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, sedangkan yang kedua adalah cara yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran. Kurikulum 2013 yang diberlakukan mulai tahun ajaran 2013/2014 memenuhi kedua dimensi tersebut.
b.      Dasar Kebijakan
UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003 Pasal 36 ayat (1), (2), (3), dan (4) tentang Kurikulum. Dan PP. No.19 Tahun 2005 Pasal 6 dan 16 tentang Kerangka Dasar dan struktur kurikulum, dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
c.       Tujuan
Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.[10]
d.      Realisasi di Lapangan
Ada sisi positifnya namun masih menyimpan paradoks dalam keputusan pemerintah yang satu ini (Kurikulum 2013, Pen.) seperti kurangnya asosiasi dan tidak meratanya pelaksanaan kurikulum 2013 ini (yang masih diterapkan pada sekolah terbatas). Secara garis besar kurikulum ini bangus karena mereduksi sejumlah mata pelajaran berat dengan tidak mengurangi efektifitas manfaat kognitif. Selain itu yang menjadi menarik adalah kurikulum ini menekankan pendidikan karakter dan penggunaan IPTEK yang saya pikir sangat relevan dengan kebutuhan pendidikan sekarang. Hanya yang disayangkan kenapa tidak dilakukan serantak?.
5.      Komite Madrasah/Sekolah
a.       Latar Belakang
Komite Sekolah adalah nama badan yang berkedudukan pada satu satuan pendidikan, baik jalur sekolah maupun luar sekolah, atau beberapa satuan pendidikan yang sama di satu kompleks yang sama. Nama Komite Sekolah merupakan nama generik. Artinya, bahwa nama badan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing satuan pendidikan, seperti Komite Sekolah, Komite Pendidikan, Komite Pendidikan Luar Sekolah, Dewan Sekolah, Majelis Sekolah, Majelis Madrasah, Komite TK, atau nama lainnya yang disepakati. Dengan demikian, organisasi yang ada tersebut dapat memperluas fungsi, peran, dan keanggotaannya sesuai dengan panduan ini atau melebur menjadi organisasi baru, yang bernama Komite Sekolah (SK Mendiknas Nomor 044/U/2002). Peleburan BP3 atau bentuk-bentuk organisasi lain yang ada di sekolah, kewenangannya akan berkembang sesuai kebutuhan dalam wadah Komite Sekolah.[11]
Dibentuknya Komite Sekolah dimaksudkan agar adanya suatu organisasi masyarakat sekolah yang mempunyai komitmen dan loyalitas serta peduli terhadap peningkatan kualitas sekolah. Komite Sekolah yang dibentuk dapat dikembangkan secara khas dan berakar dari budaya, demografis, ekologis, nilai kesepakatan, serta kepercayaan yang dibangun sesuai potensi masyarakat setempat. Oleh karena itu, Komite Sekolah yang dibangun harus merupakan pengembangan kekayaan filosofis masyarakat secara kolektif. Artinya, Komite Sekolah mengembangkan konsep yang berorientasi kepada pengguna (client model), berbagai kewenangan (power sharing and advocacy model) dan kemitraan (partnership model) yang difokuskan pada peningkatan mutu pelayanan pendidikan.
b.      Dasar Kebijakan
UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, Bagian Ketiga tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah Pasal 56 Ayat (1),(2),(3),(4) dan  (SK Mendiknas Nomor 044/U/2002).
c.       Tujuan
Adapun tujuan dibentuknya Komite Sekolah sebagai suatu organisasi masyarakat sekolah adalah sebagai berikut.
1)        Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan pendidikan.
2)        Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
3)        Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan.
d.        Realisasi di Lapangan
Lembaga independen diluar hirarkis sekolah ini sangat membantu dalam pelaksanaan pendidikan, karena bertugas mengawasi, merumuskan, dan menyuplai gagasan masyarakat. Dan membantu masyrakat untuk terlibat dalam mengarahkan pendidikan.
6.      Manajemen Berbasis Madrasah/Sekolah
a.       Latar Belakang
Latar belakang munculnya Manajemen Berbasis Sekolah(MBS) tak lepas dari kinerja pendidikan suatu negara berdasarkan sistem pendidikan yang ada sebelumnya. Di hongkong misalnya, kemunculan MBS dilatarbelakangi kurang baiknya sistem pendidikan saat itu. Antara tahun 1960-an hingga 1970-an berbagai inovasi dilakukan melalui pengnalan kurikulum baru dan pendekatan metode pengajaran  baru dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan, namun hasilnya tidak memuaskan. Demikian juga di banyak negara lain seperti Kanada, Amerika Serikat, Australia, Inggris, Prancis, Selandia Baru, dan Indonesia.
Disini penulis merumuskan bahwa MBS muncul karena beberapa alasan. Pertama , terjadinya ketimpangan kekuasaan dan kwenangan yang terlalu terpusat pada atasan dan mengesampingkan bawahan. Kedua kinerja pendidikan yang tidak kunjung membaik bahkan cenderung menurun di banyak negara. Ketiga, adanya kesadaran para birokrat dan desakan para pencinta pendidikan untuk merestrukturisasi pengolahan pendidikan.[12]
b.      Dasar Kebijakan
UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 51, ayat(1) menyertakan, “Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar peleyanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah”.[13]
c.       Tujuan
Manajemen berbasis sekolah di Indonesia yang menggunakan model MPMBS (Depdiknas, 2001:5) bertujuan untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif salam kerangka meningkatkan kualitas pendidikan. Terdapat empat tujuan MBS tersebut, yaitu:
1)        Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia. Oleh karena itu, MBS bertujuan mencapai mutu (quality) dan relevan pendidikan yang setinggi-tingginya, dengan tolak ukur penilaian pada hasil (output dan outcome) bukan pada metodologi atau proses.
2)        Partisipatif, yakni meningkatkan keperdulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.
3)        Akuntabilitas, yaitu meningkatkan pertanggungjawaban sekolah pada orang tua, masyarakat dan pemerintah tentang mutu sekolahnya. Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban atas semua yang dikerjakan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab yang diperolehnya.
4)        Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang pendidikan yang akan dicapai.
5)        Mendorong munculnya pemimpin baru di sekolah. Pengambilan keputusan di sekolah tidak akan berjalan dengan baik tanpa adanya peran seorang pemimpin. Dalam MBS pemimpin akan muncul dengan sendirinya tanpa menunggu penunjukan dari birokrasi pendidikan.
6)        Meningkatkan kualitas, kuantitas, dan fleksiblitas komunikasi setiap komunitas sekolah dalam rangka pencapaian kebutuhan sekolah. Kebersamaan dalam setiap pemecahan masalah disekolah telah memperlancar alur komunikasi di antara warga sekolah.[14]
d.      Realisasi di Lapangan
Kurang berjalan lancar karena terkendala lemahnya pengawasan dari badan yang berwenang, juga ada unsur politis dalam struktural akademik bahkan di tingkat sekolah dasar pun. Sehingga terkesan MBS mandul dan kurang produktif.
7.      Standar Nasional Pendidikan (SNP)
a.       Latar Belakang
Pada hakikatnya pendidikan dalam konteks pembangunan nasional mempunyai fungsi: (1) pemersatu bangsa, (2) penyamanan kesempatan, dan (3) pengembangan potensi diri.[15] Pendidikan diharapkan dapat memperkuat keutuhan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), memberi kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam pembangunan, dan memungkinkan setiap warga negara untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal. Untuk itu, guna mengadakan pendidikan yang sesuai dengan visi, misi, dan cita-cita pendidikan bangsa secara nasional maka perlu adanya pengaturan tentang Standar Nasional Pendidikan.
b.      Dasar Kebijakan
1)      UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003 Bab IX tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 35 Ayat (1),(2),(3) dan (4).
2)      Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Standar Nasional Pendidikan (Pasal 35) Kurikulum (Pasal 36,37) Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Pasal 42,43) Evaluasi, Akreditasi, dan Sertifikasi (Pasal 59, 60, 61)
c.       Tujuan
1)      Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.
2)      Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.
3)      Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global[16]
d.      Realisasi di Lapangan
SNP menurut saya sangat diperlukan untuk menunjang mutu pendidikan yang ada sekarang atau kedepannya. Sekarang yang perlu dilakukan adalah pengkajian ulang karena standar kita dari beberapa segi penting untuk di tingkatkan.
8.      Sertifikasi Guru & Dosen
a.       Latar Belakang
Sertifikasi guru adalah sebuah upaya peningkatan mutu guru dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan guru, sehingga diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan. Bentuk peningkatan kesejahteran guru berupa tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok bagi guru yang telah memiliki sertifikat pendidik.[17]
Perlunya ada sertifikat pendidik bagi guru dan dosen, bukan saja untuk memenuhi persyaratan sebuah profesi yang menuntut adanya kualifikasi minimum dan sertifikasi, juga dimaksudkan agar guru dan dosen dapat diberi tunjangan profesi oleh Negara. Tunjangan profesi itu diperlukan sebagai syarat mutlak sebuah profesi agar penyandang profesi dapat hidup layak dan memadai, apalagi hingga saat ini guru dan dosen masih tergolong kelompok yang berpengahasilan rendah yang harus dibantu meningkatkan kesejahteraan melalui undang- undang.
Berdasarkan kepentingan tersebut, maka dalam Undang- Undang Guru dan Dosen dengan tegas dirumuskan pada pasal 16, bahwa pemerintah memberikan tunjangan profesi guru yang diangkat oleh pemerintah dan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang memiliki sertifikat pendidik yang besarnya setara dengan satu kali gaji pokok yang diangkat oleh pemerintah pada tingkatan masa kerja dan kualifikasi yang sama. Tunjangan profesi ini dialokasikan dalam APBN dan APBD. Subtansi yang sama bagi dosen diatur dalam pasal 53 UUGD. Dengan demikian maka diskriminasi antara guru dan dosen yang berstatus PNS dan non PNS tidak akan terjadi lagi.
b.      Dasar Kebijakan
1)        Sertifikasi pendidik bagi guru diatur dalam pasal 11 ayat (2) dan (3) Undang- undang Guru dan Dosen Tahun 2005 yang menyebutkan bahwa sertifikat pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga pendidikan yang telah terakreditasi yang ditetapkan oleh pemerintah dan dilaksanakan secara transparan, objektif dan akuntabel dst.
2)        UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003 Bab XVI tentang Evaluasi, Akreditasi, dan Sertifikasi Bag. Ketiga sertifikasi Pasal 61 Ayat (1),(2),(3) dan (4). Dan peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No 18 Tahun 2007 tentang sertifikasi guru.
3)        Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru Dalam Jabatan.
4)        Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 40 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru Dalam Jabatan Melalui Jalur Pendidikan.
c.       Tujuan
1)      Sertifikasi guru adalah sebuah upaya peningkatan mutu guru dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan guru, sehingga diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan.
2)      Juga dimaksudkan agar guru dan dosen dapat diberi tunjangan profesi oleh Negara.
3)      Tunjangan profesi itu diperlukan sebagai syarat mutlak sebuah profesi agar penyandang profesi dapat hidup layak dan memadai, apalagi hingga saat ini guru dan dosen masih tergolong kelompok yang berpengahasilan rendah yang harus dibantu meningkatkan kesejahteraan melalui undang- undang.
d.      Realisasi di Lapangan
          Masih mengecewakan dalam proses proseduralnya, dan pemerintah terkesan setengah hati dalam pelaksanaanya. Berbelit, mungkin karena ada kendala dalam pendanaan/anggaran. Namun usul saya harus selektif dalam menentukan sertifikasi ini.
9.      Akreditasi Sekolah & Madrasah
a.       Latar Belakang
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional secara bertahap, terencana dan terukur sesuai amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, BAB XVI Bagian Kedua Pasal 60 tentang Akreditasi, Pemerintah melakukan akreditasi untuk menilai kelayakan program dan/atau satuan pendidikan. Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerintah telah menetapkan Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M) dengan Peraturan Mendiknas Nomor 29 Tahun 2005. BAN-S/M adalah badan evaluasi mandiri yang menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah jalur formal dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. Sebagai institusi yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Mendiknas, BAN-S/M bertugas merumuskan kebijakan operasional, melakukan sosialisasi kebijakan dan melaksanakan akreditasi sekolah/madrasah. Dalam melaksanakan akreditasi sekolah/ madrasah, BAN-S/M dibantu oleh Badan Akreditasi Provinsi Sekolah/Madrasah (BAP-S/M) yang dibentuk oleh Gubernur, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, khususnya Pasal 87 ayat (2).
b.      Dasar Kebijakan
UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003 Pasal 35 ayat (1), (2), (3) dan (4). Dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Akreditasi pasal 86, 87, dan 88.
c.       Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan kajian analisis sistem akreditasi sekolah/madrasah ialah sebagai berikut:
1)      Menghasilkan suatu evaluasi dan analisis terhadap hasil identifikasi proses awal sistem akreditasi sekolah/madrasah.
2)      Memberikan rekomendasi pemetaan kebutuhan teknologi dalam sistem akreditasi sekolah/madrasah untuk menciptakan layanan prima yang sesuai dengan prinsip reformasi layanan dan undang-undang pelayanan publik.
d.      Realisasi di Lapangan
Akreditasi sangat diperlukan untuk menjamin mutu pendidikan nasional kita, tapi sekarang banyak digunakan untuk kepentingan diluar akademik. Diperlukan komitmen bersama untuk menjadikan akreditasi benar-benar fungsional. Dan efesien dalam pelaksanaanya sehingga sesuai tujuan.
10.  Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan Dalam Sistem Pendidikan Nasional
a.         Latar Belakang
Menurut pandangan islam pendidikan sebagai sebuah proses, berawal dari saat Allah sebagai Rabb al-‘alamin menciptakan alam ini. Selanjutnya tugas-tugas kependdikan itu dilimpahkan pada para Nabi dan Rasul untuk mendidik manusia di muka bumi ini. Sehubungan dengan hal itu, maka para ahli didik muslim, kemudian berusaha menemukan kembali pedoman tersebut dengan menyusun konsep pendidikan islam, dalam konteks zamannya.
Untuk memadukan antara religiuitas dan intelektualitas, kita perlu menggabungkan pendidikan agama dalam system pendidikan nasional. Pendidikan nasional tanpa pendidikan agama, tidak dapat  menciptakan generasi-generasi muslim yang memiliki jiwa kepemimpinan seperti Rasulullah. Maupun sebaliknya, tanpa system pendidikan nasional, pendidikan agama akan mengalami ketertinggalan dikarenakan tidak tersusun bahkan tidak terealisasikan secara optimal.
b.        Dasar Kebijakan
Undang-undang Dasar 1945 diatur hal yang berkenaan dengan ketuhanan, yakni pada Pasal 29 Ayat 1 dan 2 yang berbunyi:
1)      Ayat 1 berbunyi Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
2)      Ayat 2 berbunyi Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaan itu.
Dan UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003 Pasal 30 ayat (1), (2), (3), (4), dan (5). tentang Pendidikan Keagamaan.[18]
c.         Tujuan
1)      Untuk mewujudkan atau merealisasikan amanat UUD 1945 tentang “negara berdasarkan atas ketuhanan....”.
2)      Menjadikan pendidikan tidak hanya berorientasi pada pembentukan kecerdasan kogntif (ranah pengetahuan) dan psikomotorik yang bersifat pembentukan karakter pekerja.
3)      Menumbuhkan kreatifitas berfikir dan berkarya yang tetap memegang prinsip spiritual atau dengan kata lain karakter agama (religius). Yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu mencerdaskan bangsa yang beriman, berilmu dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
d.        Realisasi di Lapangan
Tidak disanksikan lagi bagaimana pentingnya nilai keagamaan dalam pembentukan karakter bangsa apalagi itu salah satu visi nasional; menjadikan bangsa yang berilmu, beriman bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa maka dari itu dalam konteks indonesia sekarang tentu kita lihat betapa memperihatinkan nasib nilai agama dalam pendidikan kalau boleh saya katakan kita sedang krisis nilai, maka haruslah ditambahkan nilai agama dalam porsi yang lebih banyak melalui penambahan jam belajar, diadakan eksrakulikuler yang bersifat religius dll.

DAFTAR PUSTAKA
Idi, Abdullah, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Rosda Karya press 2008 LAMPIRAN.
Chan, Sam M. dan Tuti T. Sam. Analisis SWOT Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada 2011.
Jannah, Fathul, Bahan Pelajaran Dasar-Dasar Kependidikan, Samarinda: STAIN Samarinda, 2011
Jalaluddin, Teologi Pendidikan, Cet. III, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003
Haidir Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, Cet. 1, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007.
Fattah, Nanang. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya 2009.
              ,Analisis Kebijakan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya 2012.
Muhaimin, Suti`ah dan Sugeng Listyo Prabowo. 2009. Manajemen Pendidikan (Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Tilaar, H.A.R.. Kekuasaan dan Pendidikan: Manajemen Pendidikan Nasional dalam Pusaran Kekuasaan. Jakarta: Rineka Cipta 2009.
            , Manajemen Pendidikan Nasional (Kajian Pendidikan Masa Depan). Bandung: PT Remaja Rosdakarya 2006.
             ,Standarisasi Pendidikan Nasional: Suatu Tinjauan Kritis. Jakarta: Rineka Cipta 2006.
Saerozi, M., Politik Pendidikan Agama dalam Era Pliralisme (Telaah historis atas kebijaksanaan Pendidikan Agama Konfensional di Indonesia), Cet. 1, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004.
Mudyahardjo, Redja, Pengantar Pendidikan, Cet.2, Jakarta :PT. Raja Grafindo Persada, 2001.
Pembukaan UU Dasar 1945, dikutip dari http://pakguruonline.pendidikan.net
Penjelasan UUSNP NO.20 TAHUN 2003, PDF.
Penjelasan UU Guru & Dosen tentang Ketentuan Umum, UU Guru dan Dosen No.14 Tahun 2015 PDF.
wawancara: Bapak Imam Baihaqqi, S.Pd.I guru aktif SMA ISLAM Kebumen, Sumberejo Tanggamus yayasan Yapema.


[1] Pembukaan UU Dasar 1945, dikutip dari http://pakguruonline.pendidikan.net yang di akses tanggal 04 juni 2014.
[2] Penjelasan Ketentuan Umum, UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Rosda Karya press 2008) LAMPIRAN.
[3] Data realisasi diambil dari wawancara dengan Bpk. Imam Baihaqqi, S.Pd.I guru aktif SMA ISLAM Kebumen, Sumberejo, Tanggamus. Yang dilakukan pada tanggal 05 juni 2014.
[4] Pembukaan UUD 1945, Op.Cit.
[5] Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada 2003) pendahuluan.
[6] Penjelasan UU Guru & Dosen tentang Ketentuan Umum, UU Guru dan Dosen No.14 Tahun 2015 PDF. hal.1, Website Kemendikbud di akses tanggal 4 Juni 2014.
[7] Penjelasan UU Guru dan Dosen No.14 Tahun 2005, Ibid, hal.2
[8] Dari Http://Khamdamguru.wordpress.com/ diakses tanggal 05 Juni 2014
[9] Penjelasan UU Sisdiknas No.20 Tahun 2005, Abdullah Idi, Op.Cit.
[10] Cuplikan lampiran Permendikbud No.70 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMK/MAK,PDF. diunduh tanggal 04 Juni 2014.
[11]Dari http://pakguruonline.pendidikan.net, di akses tanggal 05 Juni 2014.

[12] Redja mudyahardjo, Pengantar Pendidikan, Cet.2, (Jakarta :PT. Raja Grafindo Persada, 2001).
[13] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 51. Abdullah Idi, Op.Cit. Lampiran.
[14] Redja mudyahardjo,Op.Cit,hal.57
[15] Penjelasan UUSNP NO.20 TAHUN 2003, PDF. hal.2, http://pakguruonline.pendidikan.net di Unduh di pada 05/06/14.
[16] UU Sisdiknas No.20 Th.2003, dan UUSNP No.19 Th. 2005.
[17] Fattah, Nanang. Analisis Kebijakan Pendidikan.(Bandung: PT Remaja Rosdakarya 2012)
[18] UU Sisdiknas No.20 Th.2003, Abdullah Idi, Op.cit. Lampiran

Komentar

Postingan Populer